Assalamu’alaikum wr wb
Hallo guys man teman blogger dan yang bukan
blogger apa kabar?
Mudah-mudahan selalu dalam keadaan sehat semua
ya,.,
Udah baca berita belum guys kalau ada wacana
“pendidikan online diterapkan permanen”?,.,
cr halaman ppdb.jakarta.go.id |
Nanti di bawah aku mau bahas dan nanggepin itu
versi aku ya,.,keep on reading guys.
Tahun 2020 yang luar biasa, awal tahun
disuguhin dengan banjir dimana-mana termasuk aku pun dua bulan berturut-turut
rumahku kebanjiran yang pertama malam tahun baru 2020 kondisi rumah kosong karena
lagi ada family gathering ke Jogja dan otomatis liburannya gagal happy
keingetan rumah terus, yang kedua bulan februari tiba-tiba dibangunin jam 3
Pagi dan langsung semua penghuni komplek siaga satu sampai nyaksiin tuh air
masuk ke rumah dan Cuma bisa pasrah.hu hu hu,.,
Kemudian lanjut heboh soal si Covid-19 yang
jadi pandemic dan Indonesia resmi ngumumin pasien positifnya awal Bulan Maret
2020 kalau ga salah ya,.,dan makin hari makin naik tuh yang positif terutama di
Jakarta wal hasil keluar lah aturan untuk semua di lakukan dari rumah dan yang
paling hits ya WFH alias Work From Home. Pokoknya semua serba terbatas keluar
rumah cuma buat hal yang penting-penting aja yaitu pemenuhan kebutuhan pangan
selama di rumah aja itupun dengan protokol kesehatan ini dan itu. Tiap hari
disuguhin berita kenaikan jumlah postif dan segala hal tentang si pandemik ini.
Nah setelah aturan WFH lanjut aturan PSBB karena kasus positifnya udah luar
biasa. Oke kalau sekarang udah lumayan lah ya masuk tahap PSBB transisi yang artinya
udah mulai ada pelonggaran. Aku ga akan bahas yang bandel-bandel melanggar
aturan ini karena ga akan ada habisnya, intinya tetap jaga kesehatan ya guys
toh itu semua juga untuk kebaikan kita masing-masing.
Oke lanjut nih ke masa berikutnya yang paling
hangat di pertengahan tahun 2020, yaitu masa pergantian tahun ajaran baru.
Sebenarnya ini adalah point utama yang mau aku bahas di tulisan kali ini,
karena tiba-tiba tergelitik buat nulis lagi abis baca artikel-artikel yang lagi
seliweran yang katanya dunia pendidikan kedepannya akan permanen menerapkan
sistem online ya “pendidikan online diterapkan permanen”.
Woouw cepet banget ya aturan baru silih
berganti diterapkan, dan pastinya banyak yang pro dan kontra kalau ada aturan
yang baru.
Tahun 2020 ini aku termasuk orang tua yang ikut
harap-harap cemas dengan sistem daftar sekolah
PPDB atau lebih dikenal dengan sistem zonasi dan persaingan usia saat
mendaftar. Sistem ini sebenarnya udah diterapin dari tahun sebelumnya dengan
persyaratan yang lumayan riweh menurut ku karena segala pakai sertifikat
imunisasi dan lainnya. Tapi anak ku yang kedua ini sengaja aku masukin SD Tahun
2020 ini dengan harapan insyaalloh dapat sekolah sesuai yang diinginkan karena
usianya udah 7 Tahun plus. Ini pertama kali tentunya buat ku ngikutin aturan
begini yang bikin semua orang tua rempong dan harap-harap cemas daftarin
anaknya sekolah katanya. Anak ku yang pertama sekolah di kampung karena ikut
mbah utinya (ga usah bahas kenapanya ya) heee ,., dan aman bisa masuk SD yang
dipilih di usia 6,5 Tahun karena memang belum diterapin sistem zonasi ini.
cr halaman ppdb.jakarta.go.id |
Oke lanjut ke masa pendaftaran, dan aku udah
ngrasa aman karena usia anak yang udah di atas 7 tahun insyaalloh dapet SD yang
dipilih. Sebelum bulan Juni masa pendaftaran udah ada temen dan tetangga yang
share link info untuk PPDB ini dan bagaimana tata cara pendaftarannya.
Tapi drama pun di mulai, ternyata ga semudah
itu loh karena ternyata beberapa aturan berubah tahapan pendaftarannya tapi aku
tetap fokusnya ke yang tahap zonasi yang dibagi jadi dua yaitu zonasi kelurahan
(alamat mencakup sampai satu kecamatan yang sama dengan sekolah yang dituju
walaupun kelurahan beda) dan berikutnya zonasi provinsi yang otomastis mencakup
semua alamat yang ada di seluruh DKI Jakarta ini.
Pertama-tama sebelum daftar semua diwajibkan
membuat akun di PPDB untuk nantinya dipakai saat pendaftaran sekolah. Setelah
aku coba buat akun PPDB ternyata alamat yang muncul adalah alamat lama ku yaitu
di Ciracas sedangkan aku udah ga di sana tapi udah pindah ke Bambu Apus (masih
sama-sama Jakarta Timur), alamat baru ku yang terbit per Oktober 2019 ternyata
belum diakui karena alamat baru maksimal terbit Juni 2019. Baiklah jadinya aku
cuma bisa ikut daftar di jalur zonasi provinsi yang mana kuotanya sedikit
banget berapa persennya kapasitas di sekolahnya, karena aku maunya si anak
sekolah dekat rumah aja. Singkat cerita Alhamdulillah lolos zonasi provinsi dan
diterima di SD yang dituju.
Lanjut ke sistem pendidikan kedepan, setelah
drama di atas ternyata ada lagi berita hangat yaitu menurut artikel dan berita
yang keluar kedepannya Pak Menteri yang menjabat saat ini akan menerapkan
sistem pendidikan secara online dan permanen (sekarang sih masih jadi issue ya
karena belum resmi berlaku). Untuk diketahui sistem belajar dari rumah saat ini
diterapkan karena adanya pandemik Covid-19.
Padahal pro dan kontra dari sistem zonasi ini
masih menyisakan banyak masalah di kalangan bawah, karena banyak loh ternyata
yang mengeluh dengan penerapan sistem ini terutama untuk anak yang mau masuk
SMP dan SMA. Walaupun anak ku baru masuk SD Tahun 2020 ini aku kebayang loh
ketika anak-anak yang mau masuk SMP dan SMA ini gagal masuk sekolah yang dituju
karena kendala zonasi dan usia padahal mereka banyak juga yang berprestasi.
Sistem yang diterapkan sekarang untuk jenjang SMP dan SMA bukan lagi prestasi
akademik dari anak-anak tapi lebih ke usia anak.
Oke ada beberapa pertanyaan dari teman ku,
kenapa ga masuk ke swasta aja?,.,.,
Simple, anak ku jenjang SD kalau masuk ke
swasta otomastis yang dituju ya SD IT dan apa ya pasti lah bayarannya mehong bo
di Jakarta gitu kan. Sebelumnya emang udah niat maunya masukin SDnya nanti
swasta aja karena pertimbangan pendidikan dari sisi agamanya, tapi karena ada
satu dan lain hal aku dan suami mutusin buat masuk SD Negeri aja terus tambahan
pendidikan agama bisa ditambah dengan les privat aja.
Tapi emang agak sock sih liat hasil seleksinya,
kok ternyata banyak loh usia anak baru masuk SD itu di atas 9 tahun bahkan ada
yang sampai 11 Tahun baru masuk SD. Seketika keucap ngapain aja 11 tahun baru
daftar SD?,.,nanti lulus masuk SMP usia berapa?,.,lanjut masuk SMA usia
berapa?,.,please lah masuk ke dunia kerja aja banyak yang membatasi dari sisi
usia kan kecuali udah punya pengalaman sebelumnya. Jadi pantas aja kan sekarang
baru diterapin zonasi begini aja yang berprestasi secara akademik banyak yang
ga diterima di sekolah pilihan mereka karena hasil kerja keras mereka sampai
bisa berprestasi secara ga langsung ga dianggap dan usia lebih menentukan
walaupun nilainya dibawah rata-rata.
Kalau nilai bagus aja kalah sama usia, bisa
jadi kan anak-anak yang notabene masuk sekolah di usia yang udah lebih dari
rata-rata kemudian jadi berfikir ya udah lah ya ga harus pinter dan nilai oke
kok orang nanti juga pasti diterima di sekolah yang dituju kan usia lebih menentukan
dibanding nilai, yang penting bisa sekolah udah aja cukup. Kalau udah begini
kan standar SDM kedepan jadi menurun kan bukan naik,.,(ini menurut ku loh ya
namanya juga berpendapat). Kalau ambil dari sisi positifnya ya mungkin aturan
ini diterapkan untuk mengurangi kesenjangan sosial biar anak-anak yang pinter
tapi ga sanggup dari sisi ekonomi tetep bisa sekolah. Nah, mungkin kalau sistem
ini diterapin untuk jenjang awal yaitu SD menurut ku masih aman karena masih
murni mengandalkan usia wajar masuk SD, tapi kalau jenjang SMP dan SMA kok agak
gimana ya karena kan SD aja 6 tahun harusnya udah bisa kan menyaring prestasi
anak-anaknya.
Ada pendapat begini ‘tiap anak itu kan berbeda
pastinya ga semua anak jadi anak pintar secara akademik’, setuju loh aku tapi
ya kalau itu kan masa-masa anak yang harusnya lagi semangat-semangatnya belajar
dan prestasi atau nilai itu merupakan reward dari hasil kerja keras mereka
belajar kan,.,jadi wajar kalau masuk jenjang setelah SD itu pakai sistem
prestasi atau mungkin zonasi tapi TIDAK untuk sistem penyaringan USIA.
Lanjut ke sitem pendidikan online yang masih
katanya mau diterapkan secara permanen (mudah-mudahan sih ga jadi ya) heee,.,
Untuk masa-masa pandemik sekarang ini mungkin masih bisa diterapkan secara
online karena untuk mengurangi resiko penularan si covid-19 ini, tapi kalau
kedepannya diterapkan permanen kok jadi aku merasa sangat gak setuju gitu
apalagi untuk jenjang SD atau mungkin sampai SMP lah ya,.,kenapa gak
setuju?,.,emang mau anaknya kena Covid,.,(mungkin akan muncul pertanyaan
begini),.,pasti gak mau lah ya,.,lagian emang mau si covid ini ada terus pasti
kan berdo’anya mudah-mudahan cepat berlalu (harus positif thinking donk).
Coba di pikirkan jikalau sistem pendidikan
secara online ini berlaku permanen (anggap aja udah ga ada covid nanti bulan
depan atau bulan depannya lagi), untuk sekolah Negeri mungkin sudah hampir
merata gratis ya,.,tapi gimana kalau online itu apa ga butuh kuota
internet?terus setiap hari online coba dikalkulasi perhari habis berapa dan per
bulan jadi berapa? Ya kaaaan,.,
Mungkin bagi yang ber DUIT ga ngaruh tapi untuk
kalangan ekonomi menengah ke bawah (anggap lah kayak aku gini)heee,., pasti
berasa tuh, terus apakah semua udah pasti punya HP canggih dan bisa beli kuota
internet? Masih banyak loh keluarga yang punyanya HP biasa aja dan belum mampu
mengalokasikan dananya buat beli kuota internet karena kalau belajar online itu
nyedot banget kuota kan? dan mungkin masih banyak yang sekedar untuk makan
kenyang aja susah apalagi buat beli kuota.
Terus untuk anak-anak SD apa iya semua langsung
bisa mandiri belajar secara online, mungkin aja kan anaknya tipe yang ga berani
nanya kalau ga ngerti atau anaknya tipe yang ga gampang paham kalau cuma
dijelasin sekali,.,nanti yang ada orang tuanya yang jadi gurunya kan padahal
statusnya anak bersekolah bukannya home schooling atau les privat.
Oke udah terlalu panjang lebar ya ngangkat
berita “pendidikan online diterapkan permanen”.
Pointnya adalah setiap peraturan baru pasti pro
dan kontra, ada baik dan buruknya dan mudah-mudahan kedepannya dunia pendidikan
jenjang awal bisa tetap diterapkan secara face to face dengan gurunya. Semoga
pandemik covid-19 ini cepat berlalu dan kembali ke kehidupan yang lebih sehat
lagi, aamiin ya robbal’alamiiin.
Tetap jaga kesehatan ya guys, dan rubah pola
hidup jadi lebih sehat dan higienis.
See you next tulisan,.,
Wassalamu’alaikum wr wb.
4 comments:
Saya lebih suka anak saya sekolah di sekolahan daripada belajar di rumah 😁
Iya Bu, anak-anak juga butuh bersosialisasi dan bermain selain belajar,.,kasian kalau dari kecil udah disuguhin depan gadget mulu.
Sing sabar, yang penting udah usaha..
iya Pak, ujung2nya pasrah ya
Post a Comment